Perang Ogaden, Meledaknya Permusuhan Ethiopia & Somalia



Tentara Somalia di samping bangkai pesawat tempur Ethiopia. (Sumber)

Ogaden adalah nama dari suatu daerah di Ethiopia bagian timur yang berbatasan langsung dengan negara Somalia. Walaupun berlokasi di Ethiopia, hampir seluruh penduduk Ogaden berasal dari etnis Somali yang menganut agama Islam & berprofesi sebagai penggembala tradisional. Sebagai akibat dari kondisi sosial politiknya yang unik, daerah Ogaden pun menjadi ajang sengketa antara Ethiopia & Somalia.

Persengketaan antara kedua negara tersebut akhirnya memuncak menjadi konflik terbuka yang dikenal dengan sebutan "Perang Ogaden". Perang Ogaden / Perang Ethio-Somali adalah konflik bersenjata antara Ethiopia melawan Somalia yang berlangsung pada tahun 1977 - 1978 akibat memperebutkan daerah Ogaden.

Perang Ogaden bermula ketika pasukan Somalia yang dibantu oleh kelompok pemberontak Ogaden melancarkan invasi skala besar ke wilayah Ogaden. Tahun berganti, pasukan Ethiopia berhasil membalikkan keadaan & memukul mundur pasukan Somalia keluar Ogaden. Akibat perang ini, kedua negara harus kehilangan ribuan tentara & kendaraan tempurnya.

Perang Ogaden merupakan contoh kasus unik dalam periode Perang Dingin karena perang tersebut mengakibatkan Amerika Serikat (AS) & Uni Soviet selaku 2 negara adidaya mengalami pergeseran aliansi dengan negara-negara yang bertikai. Jika sebelum perang Ethiopia adalah negara sekutu dari AS, maka sesudah perang Ethiopia menjadi dekat dengan Uni Soviet.

Kondisi sebaliknya dialami oleh Somalia yang sejak awal dekade 1970-an memiliki hubungan yang erat dengan Uni Soviet. Namun meregangnya hubungan antara Uni Soviet & Somalia di tengah-tengah berkecamuknya perang membuat Somalia berbalik menjadi sekutu AS ketika perang berakhir.


Peta lokasi Ogaden. (Sumber)


LATAR BELAKANG

Pada akhir abad ke-19, Ethiopia terlibat perundingan dengan negara-negara Eropa mengenai pembagian wilayah di Afrika Timur yang dihuni oleh etnis Somali. Hasilnya, Ethiopia mendapatkan Ogaden, Italia mendapatkan Somalia bagian selatan, & Inggris mendapatkan Somalia bagian utara. Tahun 1960, Somalia selatan & utara dilebur untuk kemudian dimerdekakan sebagai negara Somalia.

Tidak lama sesudah merdeka, pemerintah Somalia langsung menyatakan ambisinya untuk menjadikan Ogaden sebagai bagian dari wilayah Somalia mengingat baik Somalia maupun Ogaden sama-sama berpenduduk mayoritas etnis Somali. Supaya bisa mewujudkan ambisi tersebut, pemerintah Somalia pun mendukung kelompok pemberontak anti-Ethiopia yang beroperasi di Ogaden.

Memasuki tahun 1963, kelompok pemberontak Ogaden mulai menjadikan konvoi militer & pos polisi sebagai sasaran penyerangannya. Pemerintah Ethiopia lantas merespon aksi-aksi penyerangan tersebut secara membabi buta. Hewan-hewan ternak milik penduduk Ogaden diambil secara paksa & lokasi-lokasi mata air di Ogaden dimonopoli oleh pemerintah.

Kebijakan tersebut pada gilirannya membuat semakin banyak penduduk Ogaden yang memusuhi pemerintah pusat Ethiopia. Namun alih-alih sadar & mencoba menempuh metode yang lebih lunak, pemerintah Ethiopia malah memperkeras sikapnya kepada penduduk Ogaden dengan menjadikan wilayah tersebut sebagai zona darurat militer pada tahun 1966.

Tahun 1969, terjadi kudeta militer di Somalia sehingga Muhammad Siad Barre naik menjadi pemimpin baru negara tersebut. Karena Barre ingin fokus membenahi masalah-masalah dalam negeri terlebih dahulu, dukungan Somalia kepada kelompok pemberontak di Ogaden mulai berkurang & pemerintah Ethiopia akhirnya berhasil menjinakkan pemberontakan di Ogaden pada tahun 1971.

Pemimpin Somalia, Muhammad Siad Barre. (Sumber)

Ketika Barre mulai berhasil menstabilkan situasi dalam negeri Somalia, ia mulai mempertimbangkan opsi perang terbuka melawan Ethiopia demi mendapatkan kawasan Ogaden. Namun Barre juga sadar kalau Somalia memerlukan militer yang kuat kalau ingin mengalahkan Ethiopia, negara terbesar di kawasan Afrika Timur.

Sebagai langkah awal untuk memperkuat militernya, Somalia membeli pesawat militer & tank dalam jumlah besar dari Uni Soviet. Para personil militer Somalia dikirim ke Uni Soviet, Cina, Mesir, Italia, Irak, & Suriah untuk mendapatkan pelatihan militer. Di tahun 1974, pemerintah Somalia juga mensponsori pendirian kelompok bersenjata Western Somali Liberation Front (WSLF; Front Pembebasan Somali Barat) untuk memulai kembali pemberontakan di Ogaden.

Sementara itu di Ethiopia sendiri, kondisi internal negara tersebut sedang dilanda kekacauan pasca kudeta militer yang dilakukan oleh kelompok Derg pada tahun 1974. Pemerintah Somalia lantas mencoba memanfaatkan kacaunya situasi di negara tetangganya tersebut untuk segera mencaplok Ogaden lewat jalur militer.



BERJALANNYA PERANG

Awal tahun 1977, pemerintah Somalia mengirim para tentaranya ke Ogaden tanpa seragam & persenjataan berat. Bulan Juli 1977, barulah Somalia memulai invasi besar-besarannya ke wilayah Ogaden dengan memanfaatkan ketidak siapan pasukan Ethiopia. Hasilnya, di bulan yang sama pasukan Somalia berhasil menguasai 60 persen wilayah Ogaden.

Bulan berganti, pasukan Ethiopia berhasil memukul mundur pasukan Somalia yang menyerbu daerah sekitar Dire Dawa & Jijiga, Ethiopia timur, sehingga pasukan Somalia harus kehilangan puluhan tanknya. Namun hal tersebut toh tetap tidak menciutkan nyali pasukan Somalia yang pada pertengahan September 1977 berhasil menguasai 90 persen wilayah Ogaden.

Tank Ethiopia yang berhasil direbut oleh pasukan Somalia. (Sumber)

Baik Somalia maupun Ethiopia sama-sama berstatus sebagai sekutu dari raksasa komunis Uni Soviet. Supaya bisa memenangkan perang sesegera mungkin, Somalia lantas meminta Soviet untuk berhenti mendukung Ethiopia.

Ketika Soviet menolak untuk menuruti permintaan tersebut, Somalia lantas meresponnya dengan membatalkan traktat persekutuan antara kedua negara & mengusir para penasihat Soviet yang ada di negaranya. Sejak itulah, Uni Soviet mulai mengalihkan dukungan penuhnya kepada Ethiopia & mengirimkan stok persenjataan berat dalam jumlah besar ke Ethiopia sejak akhir bulan November 1977. Kuba juga mengirimkan 11.000 tentaranya untuk membantu pihak Ethiopia.

Masuknya aliran bantuan dari Uni Soviet & Kuba membawa perubahan yang signifikan bagi kekuatan militer Ethiopia. Di bulan-bulan awal peperangan, pasukan Ethiopia memiliki keunggulan dalam hal jumlah personil, namun kalah dalam hal kualitas persenjataan.

Namun membanjirnya bantuan alutsista dari Uni Soviet membuat pasukan Ethiopia mulai bisa mengimbangi kualitas persenjataan yang dimiliki pasukan Somalia. Di pihak yang berseberangan, keberhasilan pasukan Somalia menguasai hampir seluruh wilayah Ogaden juga harus dibahayar mahal karena mereka harus kehilangan banyak kendaraan tempurnya, khususnya tank.

Lokasi dari Harer seperti yang terlihat pada peta.

Tanggal 28 November 1977, pasukan Somalia memulai invasinya ke kota Harer, Ethiopia timur laut. Pertempuran berjalan sengit, namun invasi tersebut pada akhirnya berhasil dibendung oleh pasukan gabungan Ethiopia & Kuba sehingga pasukan Somalia memutuskan untuk mempertahankan posisinya di luar Harer.

Penyebab utama mengapa invasi tersebut gagal adalah karena pihak Somalia salah memprediksi kalau pasukan Ethiopia tidak akan berani mengerahkan pesawat tempurnya akibat cuaca buruk di musim penghujan. Yang terjadi justru adalah pasukan Ethiopia tetap mengerahkan pesawat tempurnya & cuaca buruk membuat jalanan tanah menjadi berlumpur sehingga suplai logistik pasukan Somalia menjadi terganggu.

Bulan Januari 1978, giliran pasukan gabungan Ethiopia & Kuba yang melancarkan serangan besar-besaran ke arah pasukan Somalia yang berada di dekat Harer. Hasilnya spektakuler. Somalia kehilangan 3.000 tentaranya & terpaksa mundur kembali ke kota Jijiga yang terletak beberapa kilometer di sebelah timur Harer.

Namun Jijiga akhirnya ikut lepas dari genggaman pasukan Somalia setelah pada bulan Februari 1978, pasukan gabungan Ethiopia & Kuba melakukan penyerbuan ke kota tersebut dari 2 arah sekaligus. Seminggu berlalu, seluruh kota penting yang ada di Ogaden berhasil dikuasai oleh pihak Ethiopia.

Pemerintah Somalia sadar kalau kondisi di medan perang tidak lagi menguntungkan bagi pasukannya. Maka, pada awal Maret 1978 pemerintah Somalia memerintahkan seluruh pasukannya yang masih ada di Ogaden untuk kembali ke Somalia.

Pasukan Somalia tidak sendirian saat kembali ke negara asalnya. Bersama mereka, ada pula ribuan penduduk sipil Ogaden yang ikut bertolak ke Somalia karena khawatir akan menjadi sasaran kekerasan rasial oleh pasukan Ethiopia. Dengan ditarik mundurnya seluruh pasukan Somalia dari wilayah Ogaden, perang antara Ethiopia & Somalia atas wilayah Ogaden pun berakhir dengan kemenangan pihak Ethiopia.


Pasukan tank Somalia saat mundur dari Ogaden. (Sumber)


KONDISI PASCA PERANG

Perang Ogaden mengakibatkan Ethiopia & Somalia kehilangan masing-masing 6.000 tentaranya. Tidak diketahui secara pasti jumlah korban tewas dari kalangan penduduk sipil. Namun Perang Ogaden diketahui membuat sekitar 500.000 penduduk setempat kehilangan tempat tinggalnya. Sebagian dari mereka ada yang kemudian bermigrasi ke Somalia bersama-sama dengan para tentara Somalia yang meninggalkan Ogaden menjelang berakhirnya perang.

Kekalahan dalam Perang Ogaden juga membawa efek negatif jangka panjang bagi rezim Barre. Selain harus kehilangan banyak peralatan tempurnya dalam perang tersebut, kekalahan dalam Perang Ogaden membuat popularitas Barre merosot sehingga ia harus menerapkan gaya pemerintahan otoriter supaya bisa tetap berkuasa.

Pasca Perang Ogaden, konflik bersenjata di wilayah tersebut tidak serta merta langsung berhenti. Para personil WSLF tetap melanjutkan perlawanan bersenjatanya secara sembunyi-sembunyi & sukses menguasai sejumlah daerah pedalaman di Ogaden.

Seperti pemberontakan yang sudah-sudah, militer Ethiopia kembali menempuh taktik membabi buta untuk membungkam pemberontakan tersebut. Hewan-hewan ternak milik penduduk setempat dibantai & para penduduk setempat direlokasi paksa supaya dukungan penduduk setempat kepada WSLF bisa dipangkas. Hasilnya, memasuki dekade 1980-an, intensitas pemberontakan di Ogaden mengalami penurunan signifikan.

Kondisi penduduk sipil yang mendiami Ogaden sendiri masih belum mengalami peningkatan berarti hingga sekarang. Infrastruktur daerah tersebut masih berada dalam kondisi tertinggal. Tingkat kesejahteraan & melek huruf penduduknya adalah salah satu yang terendah di Ethiopia. Dikombinasikan dengan perlakuan kasar para tentara Ethiopia, penduduk Ogaden pun tetap menaruh sentimen negatif kepada pemerintah pusat Ethiopia.

Hal itu pula yang menjadi salah satu alasan mengapa pemberontakan di Ogaden masih berlangsung hingga sekarang walaupun pelaku pemberontakannya tidak lagi sama. Jika dulu yang melakukan pemberontakan adalah WSLF, maka sekarang yang melakukan pemberontakan adalah kelompok Ogaden National Liberation Front (ONLF; Front Pembebasan Nasional Ogaden).  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
- Waktu : 1977 - 1978
- Lokasi : Ogaden (Ethiopia)

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Ethiopia, Kuba
         melawan
(Negara)  -  Somalia
(Grup)  -  WSLF

Hasil Akhir
- Kemenangan pihak Ethiopia
- Konflik bersenjata di Ogaden tetap berlanjut dalam skala yang lebih rendah

Korban Jiwa
- Ethiopia & Kuba : 6.533 jiwa
- Somalia : 6.453 jiwa



REFERENSI

Air Combat Information Group - Ogaden War, 1977-1978 
Country Studies - Entrenching Siad Barre's Personal Rule
Country Studies - War in the Ogaden and the Turn to the Soviet Union
GlobalSecurity.org - Ogaden War
Human Right Watch - Political and Historical Context
IRIN Africa - Briefing : Ethiopia's ONLF Rebellion
Wikipedia - Ethio-Somali War

 




COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



3 komentar:

  1. Perang Itu Selalu Berakhir Mengerikan

    BalasHapus
  2. Tolong dibahas tentang perkembangan konflik Oganden terkini. Khususnya mengenai pemberontakan Ogaden National Liberation Front (ONLF).

    BalasHapus
  3. ehbusset Mohamed Siad Barre, istri 5, anak 29, abis dilengserin dia kabur ke kenya pake tank. itu anak istrinya gmn disono? hahaaa

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.